Biografi : Rasulullah Wafat dan Dikuburkan di Kamarnya
Bagi Aisyah, menetapnya Rasulullah selama sakit di kamarnya
merupakan kehormatan yang sangat besar karena dia dapat merawat beliau hingga
akhir hayat. Di bawah ini dia melukiskan detik-detik terakhir beliau menjelang
wafat :
“Sungguh merupakan nikmat Allah bagiku, Rasulullab wafat di
rurnahku pada hariku dan dalam dekapanku. Allah telah menyatukan ludahku dan
ludah beliau menjelang wafat. Abdurrahman menemuiku, di tangannya tergenggam
siwak, sementara aku menyandarkan beliau. Aku melihat beliau menoleh ke arah
Abdurrahman, aku segera memahami bahwa beliau menyukai siwak. Aku berbisik
kepada beliau, ‘Bolehkah aku haluskan siwak untukmu?’ beliau memberi isyarat
dengan kepala, sepertinya mengisyaratkan ‘ya’. Kemudian beliau menyuruhku
menghentikan menghaluskan siwak, sernentara di tangan beliau ada bejana berisi
air. Beliau mernasukkan kedua belab tangan dan mengusapkannya ke wajah seraya
berkata, ‘Laa ilaaha illahu… setiap kematian mengalami sekarat (beliau
mengangkat tangannya)… pada Allah Yang Maha Tinggi. ‘Beliau menggenggam tangan
dan perlahan-lahan tangan beliau jatuh ke bawab.“ (HR. Muttafaq Alaih)
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dikuburkan di kamar
Aisyah, tepat di tempat beliau meninggal. Sementara itu, dalam tidurnya, Aisyah
melihat tiga buah bulan jatuh ke kamarnya. Ketika dia memberitahukan hal itu
kepada ayahnya, Abu Bakar berkata, “Jika yang engkau lihat itu benar, maka di
rumahmu akan dikuburkan tiga orang yang paling mulia di muka bumi.” Ketika
Rasulullah wafat, Abu Bakar berkata, “Beliau adalah orang yang paling mulia di
antara ketiga bulanmu.” Ternyata Abu Bakar dan Umar dikubur di rumah Aisyah.
Setelah Rasulullah Wafat
Setelah Rasulullah wafat, Aisyah senantiasa dihadapkan pada
cobaan yang sangat berat, namun dia menghadapinya dengan hati yang sabar, penuh
kerelaan terhadap takdir Allah, dan selalu berdiam diri di dalam rumah
semata-mata untuk taat kepada Allah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu, dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah berrnaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul-bait, dan membersihkan kamu sebersih- bersihnya.” (QS. Al-Ahzab:33)
Rumah Aisyah senantiasa dikunjungi orang-orang dari segala
penjuru untuk menimba ilmu atau untuk berziarah ke makam Nabi Shallallahu alaihi
wassalam. Ketika istri-istri Nabi hendak mengutus Utsman menghadap Khalifàh Abu
Bakar untuk menanyakan harta warisan Nabi yang merupakan bagian mereka, Aisyah
justru berkata, “Bukankah Rasulullah telah berkata, ‘Kami para nabi tidak
meninggalkan harta warisan. Apa yang kami tinggalkan itu adalah sedekah.”
Semasa kekhalifahan Abu Bakar, kadar keilmuan Aisyah tidak
begitu tampak di kalangan kaum muslimin, karena dengan jarak waktu wafatnya
Rasulullah sangat dekat, juga karena kaum muslimin sedang disibukkan oleh
perang Riddah (perang melawan kaum murtad). Setelah dua tahun tiga bulan dan
sepuluh malam, khalifah pertama, Abu Bakar, meninggal dunia. Sebelum meninggal,
Abu Bakar berwasiat kepada putrinya agar menguburkannya di sisi Rasulullah.
Aisyah melaksanakan perintah ayahnya, dan ketika Abu Bakar rneninggal, Aisyah
menguburkan jenazahnya di sisi Nabi, kepalanya diletakkan pada sisi pundak
Nabi.
Ilmu Aisyah mulai tampak pada masa kekhalifahan Umar,
sehingga para sahabat besar senantiasa merujuk pendapat Aisyah jika mereka
dihadapkan pada permasalahan- permasalahan yang berkenaan dengan kaum muslimin.
Di dalam Thabaqat, dari Mahmud bin Luhaid, lbnu Saad berkata, “Para istri Nabi
banyak rnenghafal hadits Nabi, namun hafalan Aisyah dan Ummu Salamah tidak ada
yang dapat menandingi. Aisyah adalah penasihat kekhalifahan Umar dan Utsman
hingga dia meninggal. Pada waktu itu, Umar sangat memperhatikan keadaan
istri-istri Nabi. Tentang hal itu Aisyah berkata, ‘Umar bin Khaththab selalu
memperhatikan keadaan kami dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Dia memiliki tempat kurma besar yang selalu diisi
buah-buahan dan kemudian dikirimkan kepada istri-istrii Nabi Shallallahu alaihi
wassalam.’ Begitu juga dengan Utsman bin Affan. Aisyah sangat menghormati
Utsman karena kedudukannya sangat terhormat di hati Rasulullah. Utsman bin
Affan memiliki kedermawanan dan rasa malu yang besar, sehingga Aisyah pernah
berkata, ‘Nabi Shallallahu alaihi wassalam. sangat malu jika bertemu dengan
Utsman. Jika Nabi bertemu dengannya, beliau akan duduk di sampingnya dan
merapikan bajunya.’ Ketika Aisyah menanyakan hal itu, beliau menjawab, ‘Aku
merasa malu kepada seseorang yang kepadanya malaikat sangat malu.”
Di dalam hadits Nabi,
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah berwasiat kepada Utsman agar jangan turun
dari kekhalifahan jika belum terlaksana dengan sempurna. Beliau bersabda,
“Wahai Utsman, sesungguhnya pada suatu hari nanti Allah akan mengangkatmu dalam
urusan ini. Jika orang-orang munafik menginginkan agar engkau meninggalkan baju
kebesaran yang Allah pakaikan kepadamu, janganlah engkau melepaskannya.” Beliau
mengulang perkataan tersebut tiga kali. Ketika Utsman meninggal di tangan
pemberontak, Aisyahlah yang pertama menuntut balas atas kematiannya.
Berkaitan dengan masalah permusuhan Aisyah dan Ali, terdapat
hadits dari Aisyah sendiri yang menetralkan isu tersebut. Aisyah dan Ali
memiliki kedudukan yang mulia dan terhormat, dan tentunya Aisyah tidak akan
melupakan bahwa Ali adalah anak paman Rasulullah sekaligus sebagai suami dari putri
Rasulullah. Aisyah pun tentu tidak akan melupakan kegigihan Ali dalam berjihad
di jalan Allah dan menjadi orang pertama yang masuk Islam dari kalangan
anak-anak. Isu pertentangan Ali dan Aisyah tentu saja tidak beralasan karena
Aisyah sangat meyakini kualitas ilmu dan sifat amanah Ali. Ketika Suraih bin
Hani menanyakan kepada Aisyah tentang mengusap khuffain (penutup kepala) ketika
berwudhu, maka Aisyah menjawab, “Datanglah kepada Ali, karena dia selalu
bepergian (safar) bersama Rasulullah.”
Setelah Ali wafat, Aisyah senantiasa berada di rumah dan
memberikan pelajaran hadits dan tafsir ayat Al-Qur’an. Aisyah tidak pernah rela
membiarkan sepak terjang Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang banyak bertentangan
dengan syariat Islam walaupun Mu’awiyah senantiasa berusaha menarik simpatik
dan kerelaan Aisyah. Suatu saat, Mu’awiyah mengutus seseorang untuk meminta
fatwa kepada Aisyah yang isinya, “Tuliskan untukku, dan jangan terlalu banyak!”
Aisyah menjawab, “Salam sejahtera buatmu. Aku mendengar Rasululiah Shallallahu
alaihi wassalam. bersabda, ‘Barang siapa yang mencari keridhaan Allah sementara
manusia marah, niscaya Allah cukupkan baginya pemaafan manusia. Dan barang
siapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, niscaya Allah
wakilkan masalah tersebut kepada manusia. Salam sejahtera untukmu.”
Biografi : Wafatnya Aisyah
Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah Aisyah
wafat pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58
hijriah, dan dikuburkan di Baqi’. Kehidupan Aisyah penuh kernuliaan, kezuhudan,
ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah, selalu beribadah, serta
senantiasa melaksanakan shalat malam. Bahkan dia sering memberikan anjuran
untuk shalat malam kepada kaum muslimin. Dari Abdullah bin Qais, Imam Ahmad
menceritakan, “Aisyah berkata, ‘Janganlah engkau tinggalkan shalat malam,
karena sesungguhnya Rasulullah tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit
atau sedang malas, beliau melakukannya sambil duduk.”
Aisyah memiliki kebiasaan untuk memperpanjang shalat, sebagaimana
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abdullah bin Abu Musa, “Mudrik atau Ibnu Mudrik
mengutusku kepada Aisyah untuk menanyakan segala urusan. Aku tiba ketika dia
sedang shalat dhuha, lalu aku duduk sampai dia selesai melaksanakan shalat.
Mereka berkata, ‘Sabar-sabarlah kau menunggunya.” Aisyah pun senantiasa
memperbanyak doa, sangat takut kepada Allah, dan banyak berpuasa sekalipun
cuaca sedang sangat panas. Di dalam Musnad-nya, Ahmad berkata, “Abdurrahman bin
Abu Bakar menemui Aisyah pada hari Arafah yang ketika itu sedang berpuasa
sehingga air yang dia bawa disiramkan kepada Aisyah. Abdurrahman berkata,
‘Berbukalah.’ Aisyah menjawab, ‘Bagaimana aku akan berbuka sementara aku
mendengar Rasulullah telah bersabda, ‘Sesungguhnya puasa pada hari Arafah akan
menebus dosa-dosa tahun sebelumnya.”
Selain itu, Aisyah banyak mengeluarkan sedekah sehingga di
dalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun. Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. pernah bersabda, “Berjaga dirilah engkau dari api
neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma.”
Di dalam riwayat lain dikatakan, “Aku didatangi oleh seorang
ibu yang membawa dua orang putrinya. Dia meminta sesuatu dariku sedangkan aku
tidak memiliki apa pun untuk diberikan kepada mereka selain satu biji kurma.
Aku memberikan kurma itu kepadanya, dan ibu itu membaginya kepada kedua
anaknya. Dia berdiri kern udian pergi. Setelab itu Rasulullab masuk dan
bersabda, ‘Barang siapa mengasuh anak-anak itu dan berbuat baik kepada mereka,
maka mereka akan rnenjadi penghalang baginya dari api neraka.“ (HR. Muttafaq
Alaihi).
Ada juga riwayat lain yang membuktikan kedermawanan Aisyah.
Urwah berkata, “Mu’awiyah memberikan uang sebanyak seratus ribu dirham kepada
Aisyah. Demi Allah, sebelum matahari terbenam, Aisyah sudah membagi-bagikan
sernuanya. Budaknya berkata, ‘Seandainya engkau belikan daging untuk kami
dengan uang satu dirham.’ Aisyah menjawab, ‘Seandainya engkau katakan hal itu
sebelum aku membagikan seluruh uang itu, niscaya akan aku lakukan hal itu
untukmu.”
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah
Aisyah dan semoga Allah memberinya
tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Tulisan tentang Biografi : ‘Aisyah Binti Abu Bakar (Wafat 57 H) ini disadur dari : -
Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh.
0 comments:
Post a Comment