Fitnah Terhadap ‘Aisyah ra
Aisyah pernah mengalami fitnah yang mengotori lembaran
sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Al-Q ur’an yang menerangkan
kesucian dirinya. Kisahnya bermula dari sini. Seperti biasanya, sebelum
berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya
berperang. Ternyata undian jatuh kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang menyertai
beliau dalam Perang Bani al-Musthaliq. Saat itu bertepatan dengan turunnya
perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik
kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam tengah
beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya.
Pada malam harinya, Rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika
itu Aisyah pergi untuk hajatnya, dan kembali.
Ternyata, kalung di lehernya jatuh dan hilang, sehingga dia
keluar dan sekedup dan mencari-cari kalungnya yang hilang. Ketika pasukan siap
berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira Aisyah
berada di dalam sekedup. Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke
pasukan, namun alangkah kagetnya karena tidak ada seorang pun yang dia temukan.
Aisyah tidak meninggalkan tempat itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu
bahwa dirinya tidak berada di dalamnya, sehingga mereka pun akan kembali ke
tempat semula. Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin Mu’thil yang
terheran-heran melihat Aisyah tidur. Dia pun mempersilakan Aisyah menunggangi
untanya dan dia menuntun di depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah
tersebar, yang disulut oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika tuduhan itu sarnpai ke telinga Nabi, beliau
mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka. Usamah bin Zaid berkata,
“Ya Rasulullah, dia adalah keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan
semata.“ Ali juga berpendapat, “Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit
engkau. Banyak wanita selain dia.” Dari perkataan Ali, ada pihak yang
memperuncing masalah sehingga terjadilah pertentangan berkelanjutan antara
Aisyah dan Ali. Mendengar pendapat-pendapat dari para sahabat Nabi, bentambah
sedihlah Aisyah, terlebih setelah dia melihat adanya perubahan sikap pada diri
Nabi.
Ketika Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya,
Rasulullah menghampirinya dan bersabda:
“Wahai Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini
dan begitu. Jika engkau benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan
tetapi, jika engkau telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan,
niscaya Allah akan mengampuni dosamu.” Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku tahu
bahwa engkau telah mendengar kabar inmi, dan ternyata engkau mempercayainya.
Seandainya aku katakan bahwa aku tetap suci pun, niscaya hanya Allahlah yang
mengetahui kesucianku, dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi,
jika aku mengakui perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap
suci, maka kau akan mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa
yang dikatakan Nabi Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang
akan menolong atas apa yang engkau gambarkan.”
Aisyah sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu berkaitan
dengan masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah beberapa
saat, sebelum seorang pun meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang menerangkan
kesucian Aisyah pun turun kepada beliau. Rasulullah segera menemui Aisyah dan
berkata, “Hai Aisyah, Allah telah menyucikanmu dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur : 11)
Demikianlah kemulian yang disandang Aisyah, sehingga
bertambahlah kemuliaan dan keagungannya di hati Rasulullah.
Biografi | Perjalanan Hidup ‘Aisyah ra
Pada hakikatnya, setiap manusia memiliki kelemahan, begitu
juga halnya dengan Aisyah, yang selain memiliki kehormatan dan martabat juga
memiliki kekurangan. Dalam hal ini dia pernah berkata,
“Aku tidak pernah melihat pembuat makanan seperti Shafiyyah.
Dia selalu menghadiahi makanan kepada Rasulullah. Tanpa sadar aku pernah
memecahkan tempat makanan yang dibawa Shafiyyah. Aku bertanya kepada Rasulullah
apa yang dapat dijadikan sebagai tempat yang pecah itu. Rasulullab menjawab,
‘Tempat diganti dengan tempat dan makanan diganti dengan makanan.“ (HR.
Bukhari)
Aisyah pernah berkata :
“Halah binti
Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, meminta izin kepada Rasulullah. Ketika
itu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa cara Halah meminta
izin sama dengan cara Khadijah meminta izin, dan beliau merasa senang atas
semua itu. Lalu beliau berkata, ‘Ya Allah, inilah Halah binti Khuwailid.’ Aku
berkata, ‘Apa yang engkau sebut itu adalab seorang nenek dari nenek-nenek kaum
Quraisy, yang kedua sudut mulutnya merah. Dia telah tua renta ditelan masa.
Semoga Allah memberi untukmu pengganti yang lebih baik
daripada dia.‘ Mendengar itu Rasulullah menjawab, ‘Allah tidak akan memberikan
pengganti yang lebib baik darpada Khadijah. Dia telah beriman kepadaku ketika
orang lain mengingkariku. Dia telah mempercayaiku ketika orang lain
mendustakanku. Dia telah mendermakan harta bendanya untuk perjuanganku ketika
orang lain menolak memberikan harta mereka. Allah telah memberkahiku dengan
putra-putri lewat Khadijah ketika yang lain tidak memberiku anak.” (HR. Ahmad
dan Muslim)
Terdapat beberapa pendirian yang tegas dan pemecahan
problema hukum yang penting, baik khusus yang berkaitan dengan wanita maupun
secara umum yang berkaitan dengan kehidupan kaum muslimin secara umum.
Diriwayatkan bahwa pada zaman dahulu seorang laki-laki dapat menceraikan
istrinya dengan sekehendak hati. Wanita itu akan kembali menjadi istrinya jika
suaminya membujuk kembali dalam keadaan iddah, sekalipun dia telah menceraikannya
seratus kali. Bahkan suami itu berkata kepada istrinya, “Demi Allah, aku akan
menceraikanmu sehingga engkau menjadi jelas, dan aku tidak akan memberimu
nafkah selamanya”.
Istrinya menemui Aisyah dan menceritakan. Dia menjawab, Aku
menceraikanmu jika iddahmu hampir berakhir, dan jika engkau telah suci kembali,
aku akan merujukmu kembali. Istrinya menemui Aisyah dan menceritakan masalah
yang dihadapinya. Aisyah terdiarn hingga Rasulullah datang. Beliau pun diam
tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut hingga turunlah ayat :
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelab itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma‘ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik….”
(al-Baqarah : 229)
Dalam penetapan hukum pun, Aisyah kerap langsung menemui
wanita-wanita yang melanggar syariat Islam. Suatu ketika dia mendengar bahwa
kaum wanita dari Hamash di Syam mandi di tempat pemandian umum. Aisyah
mendatangi mereka dan berkata,
“Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda, ‘Perempuan yang menanggalkan
pakaiannya di rumah selain rumah suaminya maka dia telah membuka tabir penutup
antara dia dengan Tuhannya.“ (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Aisyah pun pernah menyaksikan adanya perubahan pada pakaian
yang dikenakan wanita-wanita Islam setelah Rasulullah wafat. Aisyah menentang
perubahan tersebut seraya berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang
terjadi pada wanita (masa kini), niscaya beliau akan melarang mereka memasuki
masjid sebagaimana wanita Israel dilarang memasuki tempat ibadah mereka.”
Di dalam Thabaqat Ibnu Saad mengatakan bahwa Hafshah binti
Abdirrahman menemui Ummul-Mukminin Aisyah . Ketika itu Hafsyah mengenakan
kerudung tipis. Secepat kilat Aisyah menarik kerudung tersebut dan menggantinya
dengan kerudung yang tebal.
Hadist yang Diriwayatkan Aisyah
Aisyah memiliki wawasan ilmu yang luas serta menguasai
masalah-masalah keagamaan, baik yang dikaji dari Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi,
maupun ilmi fikih. Tentang masalah ilmu-ilmu yang dimiliki Aisyah ini, di dalam
Al-Mustadrak, al-Hakim mengatakan bahwa sepertiga dari hukum-hukum syariat
dinukil dan Aisyah. Abu Musa al-Asya’ari berkata, “Setiap kali kami menemukan
kesulitan, kami temukan kemudahannya pada Aisyah.” Para sahabat sering meminta
pendapat jika menemukan masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri.
Aisyah pun sering mengoreksi ayat, hadits, dan hukum yang keliru diberlakukan
untuk kemudian dijelaskan kembali maksud yang sebenarnya. Salah satu contoh
adalah perkataan yang diungkapkan oleh Abu Hurairah.
Ketika itu Abu Hurairah merujuk hadits yang diriwayatkan
oleh Fadhi ibnu Abbas bahwa barang siapa yang masih dalam keadaan junub pada
terbit fajar, maka dia dilarang berpuasa. Ketika Abu Hurairah bertanya kepada
Aisyah, Aisyah menjawab, “Rasulullah pernah junub (pada waktu fajar) bukan
karena mimpi, kemudian beliau meneruskan puasanya.” Setelah mengetahui hal itu,
Abu Hurairah berkata, “Dia lebih mengetahui tentang keluarnya hadits tersebut.”
Kamar Aisyah lebih banyak berfungsi scbagai sekolah, yang murid-muridnya
berdatangan dari segala penjuru untuk menuntut ilmu. Bagi murid yang bukan
mahramnya, Aisyah senantiasa membentangkan kain hijab di antara mereka. Aisyah
tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari A1-Qur’an
dan Sunnah.
Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah
sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu kepada beliau, sebagairnana
perkataannya ini :
“Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu
hari yang sangat dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat
bercucuran dari dahi beliau.“ (HR. Bukhari)
Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung
kepada Rasulullah jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu
ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung dan
Rasulullah sebagaimana ungkapannya ini :
“Aku bertanya kepada
Rasulullah tentang ayat ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka
berikan dengan hati yang takut….’ (QS. Al-Mu’minun: 60). Apakah yang dimaksud
dengan ayat di atas adalah para peminum khamar dan pencuri?” Beliau menjawab,
‘Bukan, putri ash-Shiddiq! Mereka adalah orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah,
tetapi takut (amal mereka tidak diterima). Mereka menyegerakan diri dalam
kebaikan, tetapi mendahului (menentukan sendiri) kebaikan tersebut.” (HR. Ibnu
Majah dan Tirmidzi).
Aisyah berkata lagi: “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang
firman Allah: ‘Yauma tabdalul-ardhu ghairal-ardha was-samawati. Di manakah
manusia berada, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Manusia berada di atas
shirath.“ (HR. Muslim)
Aisyah termasuk wanita yang banyak menghafalkan
hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam, sehingga para ahli hadits
menernpatkan dia pada urutan kelima dari para penghafal hadits setelah Abu
Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas. Aisyah memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun, yaitu meriwayatkan hadits yang langsung
dia peroleh dan Rasulullah dan menghafalkannya di rumah. Karena itu, sering dia
meriwayatkan hadits yang tidak pernah diriwayatkan oleh perawi hadits lain.
Para sahabat penghafal hadits sering mengunjungi rurnah Aisyah untuk langsung
memperoleh hadits Rasulullah karena kualitas kebenarannya sangat terjamin. Jika
berselisih pendapat tentang suatu masalah, tidak segan-segan mereka meminta
penyelesaian dari Aisyah. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anak saudara
laki-laki Aisyah, mengatakan bahwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, Aisyah rnenjadi penasihat pemerintah hingga wafat.
Aisyah dikenal sebagai perawi hadits yang mengistinbath
hukum sendiri ketika kejelasan hukumnya tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan
hadits lain. Dalam hal ini, Abu Salamah berkata, “Aku tidak pernah melihat
seorang yang lebih mengetahui Sunnah Rasulullah, lebih benar pendapatnya jika
dia berpendapat, lebih mengetahui bagaimana Al-Qur’an turun, serta lebih
mengenal kewajibannya selain Aisyah.”
Suatu ketika Saad bin Hisyam menemui Aisyah, dan berkata,
“Aku ingin bertanya tentang bagaimana pendapatmu jika aku tetap membujang
selarnanya.” Aisyah menjawab, “Janganlah kau lakukan hal itu, karena aku
mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda tentang firman
Allah: ‘Telah kami utus rasul-rasul sebelummu, dan Kami telah ciptakan bagi
mereka istri-istri dan keturunan.’ Oleh karena itu, janganlah kamu membujang.”
Urwah bin Zubeir, salah seorang murid Aisyah, sangat mengagumi keluarbiasaan
penguasaan ilmu Aisyah. Dia berkata, “Aku berpikir tentang urusanmu. Sungguh
aku mengagumimu. Menurutku engkau adalah manusia yang paling banyak mengetahui
sesuatu.”
Aisyah berkata, “Apa yang menyebabkanmu berpendapat seperti
itu?” Dia menjawab, “Engkau adalah istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan
putri Abu Bakar. Engkau mengetahui hari-hari, nasab, dan syair orang-orang
Arab.” Dia berkata lagi, “Apa yang menyebabkan engkau dan ayahmu menjadi orang
yang paling pandai dariipada seluruh orang Quraisy? Aku sangat mengagumi
kepandaianmu tentang ilmu medis. Dari manakah engkau mendapatkan ilmu itu?”
Aisyah menjawab, “Wahai Urwah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. sering sakit, sehingga dokter-dokter Arab dan bukan Arab datang
mengobati beliau. Dari merekalah aku belajar.”
Tentang penguasaan bahasa dan sastranya, kembali Urwah
berkomentar, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih fasih
dariipada Aisyah selain Rasulullah sendiri.” Al-Ahnaf bin Qais berkata, “Aku
telah mendengar khutbah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Alii
bin Abi Thalib. Hingga saat ini aku belum pernah mendengar satu perkataan pun
dari makhluk Tuhan yang lebih berisi dan baik daripada perkataan Aisyah.” Salah
satu contoh kefasihannya dapat kita lihat dari kata-katanya pada kuburan
ayahnya, Abu Bakar :
“Allah telah mengilaukan wajahmu, dan bersyukur atas
kebaikan yang telah engkau perbuat. Engkau merendahkan dunia karena engkau
berpaling darinya. Akan tetapi, untuk engkau adalah mulia, karena engkau selalu
menghadap untuknya. Kalau peristiwa terbesar setelah Rasulullah wafat dan
musibah terbesar adalah kematianmu, Kitab Allah rnenghibur dengan kesabaran dan
menggantikan yang baik selainmu. Aku merasakan janji Allah yang telah
ditetapkan bagirnu dan ikhlas atas kepergianmu. Dengan memohon dari-Nya gantimu
dan aku berdoa untukmu. Kami hanyalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali. Bagimu salam sejahtera dan rahmat Allah.”
Dari Aisyah pun sering keluar kata-kata hikmah yang
terkenal, seperti :
“Bagi Allah mutiara
takwa. Takkan ada kesembuhan bagi orang yang di dalarn hatinya terbersit
kemarahan. Pernikahan adalah perbudakan, maka seseorang hendaklah melihat
kepada siapa dia mengabdikan putri kemuliaannya.”
0 comments:
Post a Comment