Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membuka lembaran
kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah
yang telah banyak dikenal. Aisyah laksana lautan luas dalam kedalaman
ilmu dan takwa. Di kalangan wanita, dialah sosok yang banyak menghafal
hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi, dia memiliki keistimewaan
yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain. Ayahnya adalah sahabat dekat
Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan istri Nabi yang lain,
kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama Rasulullah.
Ketika wahyu datang kepada Rasulullah, Jibril membawa kabar
bahwa Aisyah adalah istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana diterangkan di
dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah :
‘Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutera hijau
kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam., lalu berkata, ini adalah istrimu di
dunia dan akhirat.”
Dialah yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah yang
menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.
Nasab dan Masa KeciI Aisyab | biografi
Aisyah adalah putri Abdullah bin Quhafah bin Amir bin Amr
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin Luay, yang lebih dikenal
dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq dan
berasal dari suku Quraisy at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah ash-Shiddiq
dan orang pertama yang mempercayai Rasulullah ketika terjadi Isra’ Mi’raj, saat
orang-orang tidak mempercayainya.
Menurut riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi,
riwayat-riwayat lain mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Wa’id binti
Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama
yang masuk Islam, sebagaimana perkataannya, “Sebelum aku berakal, kedua orang
tuaku sudah menganut Islam.”
Ummu Ruman memberikan dua orang anak kepada Abu Bakar, yaitu
Abdurrahman dan Aisyah. Anak Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal dan
Qatlah binti Abdul Uzza, istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah.
Ketika masuk Islam, Abu Bakar menikahi Asma binti Umais yang kemudian
melahirkan Muhammad, juga menikahi Habibah binti Kharijah yang melahirkan Ummu
Kultsum. Aisyah dilabirkan empat tahun sesudah Nabi diutus menjadi Rasulullah.
Ketika dakwah Islam dihambat oleh orang-orang musyrik, Aisyah melihat bahwa
ayahnya menanggung beban yang sangat besar. Semasa kecil dia bermain- main
dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah usianya belum genap sepuluh
tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwâ Rasulullah membiarkannya
bermain-main dengan teman-temannya.
Pernikahan yang Penuh Berkah | biografi
Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu kepada
Nabi Shallallahu alaihi wassalam. untuk menikahi Aisyah.
Setelah itu Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Aku melihatmu
dalam tidurku tiga malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa
gambarmu pada selembar sutera seraya berkata, ‘Ini adalah istrimu.’ Ketika aku
membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya, ‘Jika ini
benar dari Allah, niscaya akan terlaksana.” Mendengar kabar itu, Abu Bakar dan
istrinya sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri
mereka, Aisyah. Beliau mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan
yang penuh berkah itu. Setelah pertunangan itu, Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam. hijrah ke Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau
ditinggalkan di Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang
untuk menjemput mereka, termasuk di dalamnya Aisyah . Karena cuaca buruk yang
melanda Madinah, Aisyah sakit keras dan badannya menyusut seperti juga dialami
orang-orang Muhajirin.
Menyaksikan hal itu, Rasulullah berdoa, “Ya Allah,
jadikanlah karni sebagai orang yang mencintai Madinah sebagaimana cinta kami
kepada Mekah, atau bahkan lebih lagi. Sembuhkanlah penghuninya dan penyakit.
Berikanlah keberkahan kepada kami dalam timbangan dan takarannya. Lindungilah
kami dan penyakit, dan alihkanlah penyakit itu ke Juhfah.” Allah mengabulkan
doa Rasulullah, dan cuaca berangsur membaik, sehingga hilanglah penyakit yang
melanda kaum muhajirin. Aisyah pun sembuh dan bersiap-siap menghadapi hari
pernikahan dengan Rasuhillah Shallallahu alaihi wassalam.
Dengan izin Allah menikahlah Aisyah dengan maskawin lima
ratus dirham. Ketika ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurrahman tentang jumlah
mahar yang diberikan Rasulullah:
“Aisyab menjawab, Mahar Rasulullah kepada istri-irstrinya
adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu satu nasy itu? Dijawab,
Tidak. Kemudian lanjut Aisyah. Satu nasy itu sama dengan setengah uqiyah, yaitu
lima ratus dirham. Maka inilah mahar Rasulullah terhadap istri-istri beliau.“
(HR. Muslim)
Istri Kecintaan Rasulullah Saw
Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid
Nabawi. Di kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga
sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah, kedudukan Aisyah sangat
istimewa, dan itu tidak dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, “Cinta pertama yang
terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada Aisyah.”
Di dalam riwayat Tirmidzi dikisahkan, “Bahwa ada seseorang
yang menghina Aisyah di hadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar berseru
kepadanya, ‘Sungguh celaka kamu. Kamu telab menyakiti istri kecintaan
Rasulullah’.”
Selain itu ada juga kisah lain yang menunjukkan besarnya
cinta Nabi kepada Aisyah, dan itu sudah diketahui oleh kaurn muslimin saat itu.
Oleh karena itu, kaum muslimin senantiasa menanti-nanti datangnya hari giliran
Rasulullah pada Aisyah sebagai hari untuk menghadiahkan sesuatu kepada Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. Keadaan seperti itu menimbulkan kecemburuan di
kalangan istri Rasulullah lainnya. Tentang hal itu Aisyah pernah berkata :
“Orang-orang berbondong-bondong memberi hadiah pada hari
giliran Rasulullah padaku. Karena itu, teman-temanku (istri Nabi yang lainnya)
berkumpul di tempat Ummu Salamah. Mereka berkata, ‘Hai Ummu Salamah, demi
Allah, orang-orang berbondong-bondong mernberikan hadiah pada hari
giliranRasulullah di rumah Aisyah, sedangkan kita juga ingin rnemperoleh
kebaikan sebagaimana yang diinginkan oleh Aisyah.’ Melihat reaksi seperti itu,
Rasulullah meminta kaum muslimin untuk memberikan hadiah kepada beliau pada
hari giliran istri Rasulullah yang mana saja. Ummu Salamah pun telah menyatakan
keberatan kepada Rasulullah. Dia berkata, “Rasulullah berpaling dariiku. Ketika
beliau mendatangi aku, akupun kernbali mernperingatkan hal itu, tetapi beliau
berbuat hal yang serupa. Ketika aku rnenginatkan beliau untuk yang ketiga
kalinya, beliau tetap berpaling dariku, sehingga akhirnya beliau bersabda,
‘Demi Allah, wahyu tidak turun kepadaku selama aku berada di dekat kalian,
kecuali ketika aku dalam satu selimut bersama Aisyah.” (HR. Muslim)
Sekalipun perasaan cemburu istri-istri Rasulullah terhadap
Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang sangat
terhormat. Bahkan ketika Aisyah wafat, Ummu Salamah berkata, ”Demi Allah, dia
adalah manusia yang paling beliau cintai setelah ayahnya (Abu Bakar).”
Suatu waktu, Rasulullah ditanya oleh Amru bin ‘Aash,
“Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah!” Amru
bertanya lagi, “Dan dari kalangan laki-laki?” Beliau menjawab, “Ayahnya!”
(Hadits muttafaqirn ‘alaihi)
Di antar istri-istri Rasulullah, Saudah binti Zum’ah sangat
memahami keutamaan- keutamaan Aisyah, sehingga dia merelakan seluruh malam
bagiannya untuk Aisyah.
Suatu hari Shafiyah bin Huyay meminta kerelaan Rasulullah
melalui Aisyah, yaitu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Aisyah.
“Suatu ketika Rasulullah enggan mendekati Shafiyah binti
Huyay bin Ahthab. Karena itu Shafyyah berkata kepada Aisyah, ‘Hai Aisyah,
apakah engkau dapat merelakan Rasulullah kepadaku? Dan engkau akan mendapatkan
hari bagianku. ‘Aisyab menjawab, ‘Ya!’ Kernudian Aisyah mengambil kerudung yang
ditetesi za’faran dan disiram dengan air agar lebih harum. Setelah itu dia
duduk di sebelah Rasulullah, narnun beliau bersabda, ‘Ya Aisyah, menjauhlah
engkau dariku. Hari ini bukan hari bagianmu. ‘Aisyab berkata, ‘Ini adalah
keutamaan yang diberiikan Allah kepada dia yang dikehendaki-Nya.’ Aisyah
kemudian menceritakan duduk permasalahannya dan Rasulullah pun rela kepada
Shafyyah.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Aisyah sangat
memperhatikan sesuatu yang menjadikan Rasulullah rela. Dia menjaga agar jangan
sampai beliau menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan darinya. Karena itu,
salah satunya, dia senantiasa mengenakan pakaian yang bagus dan selalu berhias
untuk Rasulullah. Menjelang wafat, Rasulullah meminta izin kepada
istri-istrinya untuk beristirahat di rumah Aisyah selama sakitnya hingga
wafatnya. Dalam hal ini Aisyah berkata, “Merupakan kenikmatan bagiku karena
Rasulullah wafat di pangkuanku.”
Silahka melanjutkan ke biografi : ‘Aisyah Binti Abu Bakar (Wafat 57 H) Bag 2
0 comments:
Post a Comment