Anatomi Fisiologi Endokrin
Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia di dalam sel-sel tau transport zat-zat melalui membran sel atau aspek-aspek metabolisme sel lainnya, seperti pertumbuhan dan sekresi.
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
- Membedakan system saraf pusat dan system refroduktif pada janin yang bisa berkembang
- Menstimulasi urutan perkembangan
- Mengkoordinasi system refroduktif
- Memelihara lingkungan internal optimal
- Melakukan respon korektif dan adatif ketika terjadi situasi darurat
Peran Kelenjar Hipotalamus dan Kelenjar Hipofisis
Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipfise. Aktivitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan system persarafan dengan system endokrin. Dalam berspon terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormone dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapahormon releasing dan inhibiting. Hormonini bekerja pada sel – selspesifik dalam kelenjar pituitariyang mengatur pembentukan dan sekresi hormone hipofise. Hipotalamus dan kelenjar hipofise dihubungkan oleh infundibulum.
Hormon yang disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan kerja dari masing – masing hormone. Bahwa setiap hormone yang mempengaruhi organ dan jaringan terletak jauh dari tempat kelenjarinduknya. Misalnya oksitosin ,yang dilepaskan dari lobus posteriorkelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon hipofise yang mengatur sekresi hormone dari kelenjar lain disebut hormone tropic. Kelenjar yang dipengaruhi oleh hormone disebut kelenjar target.
Sistem Umpan Balik
Kadar hormone dalam darah juga dikontrol oleh umpan balik negatif. Manakala kadarhormon telah mencukupi untuk menghasilkan efek yang dimaksudkan, kenaikan kadar hormone lebih jauh dicegah oleh umpan balik negatif. Peningkatan kadar hormone mengurangi perubahan awal yag memicu pelepasan hormon. Misalnya peningkatan sekresi ACTH Dari kelenjar piituitari anterior merangsang peningkatan pelepasan kortisol dari
korteks adrenal, menyebabkan penurunan pelepasan ACTH Lebih banyak.
Kadar substansi dalam darah selain homron juga memeicu pelepasan hormone dan dikontrol melalui system umpan balik. Pelepasan insulin dari pulau langerhansdi pankreas didorong oleh kadar glukosa darah.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior meliputi :
a) Hormon pertumbuhan atau Growth Hormon
Hormon pertubuhan berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan mempengaruhi banyak fungsi metabolisme diseluruh tubuh khususnya pembentukan protein.
Kekurangan hormon pertumbuhan mengakibatkan Dwarfisme. Pada umumnya gambaran tubuh berkembang satu sama lain dengan perbandingan yang sesuai, tetapi kecepatan perkembangan sangat berkurang. Penderita dwarfisme tidak pernah melewati masa pubertas dan tidak menyereksi hormon gonadotropin dalam jumlah yang cukup untuk perkembangan fungsi seksual dewasa.
b) Hormon perangsang tiroid (Tiroid Stimulating Hormon)
Hormon ini berfungsi mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid .
c) Adenokortikotropin (ACTH)
Hormon ini berfungsi mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal, yang selanjutnya memengaruhi metebolisme glukosa, protein, dan lemak.
d) Prolaktin
Hormon ini berfungsi meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu.
e) Follicle Stimulating Hormon
Hormon ini berfungsi mendorong pertumbuhan dan perkembangan folikel, merangsang sekresi estrogen dan produksi sperma pada laki-laki.
Kekurangan hormon ini menyebabkan pada wanita amenore dan infertilitas, pada laki-laki terjadi infertilitas dan impotensi.
f) Luteinizing hormon (LH)
Hormon ini berfungsi merangsang ovulasi, perkembangan korpus luteum dan sekresi estrogen dan progesteron.
Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore), kemandulan , vagina yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan: impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan: impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Hormon-hormon yang Dihasilkan oleh Kelenjar hipofisis Posterior
a) Hormon antideuretik (ADH)
Hormon ini berfungsi mengatur kecepatan ekskresi air dalam urin dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam tubuh.
b) Hormon oksitosin
Berfungsi mengkontraksi alveolus payudara sehingga membantu mengeluarkan susu dari kelenjar mamae, mengkontraksikan uterus sehingga membantu mengeluarkan bayi ketika melahirkan.
Konsep Dasar Hipopituitari
A. Definisi
Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofisis anterior (Barbara C. Long).
Hipopituitari mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah (Elizabeth C Erorwin).
Hipofungsi hipofise jarang terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas pada satu subset sel-sel hipofise anterior (seperti defisiensi gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (seperti diabetes insipidus).
B. Etiologi
Hipopititarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya mencakup :
a) Infeksi atau peradangan
b) Penyakit autoimun
c) Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu dari semua hormon lain..
d) Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH, dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
e) Nekrosis hipoksik (kematian akibat kekurangan oksigen) hipofisis dan hipotalamus yang terjadi karena penurunan aliran darah atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau semua sel penghasil hormon. Contoh dari nekrotik hipoksik meliputi :
§ Nekrosis postpartum ( sindrom Sheehan)
§ Cedera kepala
§ Penyakit vascular, sering akibat diabetes mellitus
C. Patofisiologi
Lebih dari 90% kelenjar harus dihilangkan sebelum tanda-tanda klinis hipopituetarisma bermanifestasi. Perubahan patologi bergantung apa penyebabnya. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh nekrosis istemik, bagian awal nekrosis koagulatif diganti oleh jaringan parut.
Efek klinis hipopituitarisme tergantung pada apakan pasien tersebut anak-anak atau dewasa.
Hipopituitarisme pada anak-anak mengakibatkan kegagalan perkembangan yang porposiaonal akibat tidak adanya hormon pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Anak-anak ini memiliki kecerdasan normal dan tetap seperti anak-anak , gagal berkembang secara seksual. Gambaran klinis dwarfisme hipofisis yang sama terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kelainan reseptor organ akhir terhadap hormone pertumbuhan (dwarfisme hipofisis). Pasien memiliki kadar hormone pertumbuhan yang normal di dalam serum.
Pada orang dewasa, hipopituitarisme terutama ditandai dengan efek defisiensi gonadotropin. Pada wanita, terjadi amenore dan infertilitas ; pada pria, terjadi infertilitas dan impotensi. Defisiensi tirotropin dan kortikotropin dapat mengakibatkan atropi tiroid dan korteks adrenal. Meskipun demikian, penurunan sekresi tiroksin dan kortisol jarang cukup berat untuk menyebabkan manisfestasi klinis. Defisiensi hormone pertumbuhan saja menimbulkan sedikit kelainan pada orang dewasa.
D. Tanda dan Gejala
Gejala hipopituitari bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa yang kurang.
a. Kekurangan hormon GH
Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme). Tanda-tandanya meliputi pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulang kecil, tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang, infertilitas, impotensi, libido menurun, nyeri senggama pada wanita.
- Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa: kebingungan, tidak tahan terhadap cuaca dingin, penambahan berat badan, sembelit, kulit kering.
- Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore), kemandulan, vagina yang kering, hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan impotensi, pengkisutan buah zakar, berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan, hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
- Kekurangan hormon ADH menyebabkan diabetes insipidus gejalanya adalah : Poliuria (Urin yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak, bisa mencapai 5-10 liter. Urine sangat encer, berat jenis 1001-1005 atau 50-200mOsmol/kgBB.), Polidipsia (Rasa haus yang berlebihan, biasanya mencapai 10 iter cairan tiap hari, terutama membutuhkan air dingin) Penurunan berat badan, Noturia, Kelelahan, Konstipasi, Hipotensi.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto tengkorak (cranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namaun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
b. Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang.
c. CT Scan otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus melalui kompeterisasi.
d. Pemeriksaan darah dan urine
e. Pemeriksaan kadar hormon GH
Nilai normal 10 µg ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi dibulan-bulan pertama kelahiran jumlahnya meningkat. Specimen adalah darah vena yang diambil lebih kurang 5 cc.
F. Penatalaksanaan Medik
Pemberian obat-obatan hormonal.
Defisiensi gonadotropin pria post pubertas diberikan androgen (testosteron). Untuk mencapai tingkat kesuburan yang maksimal harus ditambah atau dikombinasikan dengan HCG. HCG diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 4-6 bulansampai kadar testosteron normal.
Wanita yang telah mencapai pubertas, mendapat terapi estrogen dan progesteron.
Defisiensi hormon pertumbuhan dapat diberikan hormon pertumbuhan sintesis (eksogen). Somatotropin (humatrop) harus diberikan sebelum epifise tulang menutup yaitu sebelum masa pubertas.
Tindakan Operatif
Pembedahan transphenoidalis
Pendekatan transspenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma sella tursika dicapai melalui sinus sphenoid dan tumor diangkat dengan suatu mikroskop bedah. Insisi di buat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan inipun digunakan untuk memasang implant Y. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sella tursika. Biasanya ditutup dengan lapisan fascia yang di ambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi tungkai. Pengambilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal (CSF). Kebiocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus ditutup. Hidung mungkin mampet dan suatu sling perban ditempatkan di bawahnya untuk mengabsorpsi drainase. Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Pembedahan transfrontal
Jika tumor hipofise timbul di bawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniatomi dilakukakan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan hipofise dapat menyebabkan disfungsi sementara maupun permanen.
Asuhan Keperawatan Dwarfisme
A. Definisi
Dwarfisme ( cebol ) merupakan ganguan pertumbuhan somatic akibat insufesiensi pelepasan Growth Hormone yang terjadi pada anak- anak yang telah mencapai usia 10 tahun mempunyai perkembangan badan anak usia 4-5 tahun, sedangkan usia 20 tahun mempunyai perkembangan badan usia 7-10 tahun. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas maka tanda-tanda seksual sekunder genetalia eksternal gagal berkembang.
B. Etiologi
a. Pituitary dwarfism
Kekurangan hormon somatotropin juga kekurangan ACTH, TSH dan gonadotropin.
b. Primordial dwarfism
Kekurangan hormon somatotropin.
C. Patofisiologi
Pada dwarfisme terdapat defisiensi hormon pertumbuhan sehingga hormon tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Regulasi dari pertumbuhan somatic adalah membutuhkan beberapa hormon, termasuk hormon tubuh (GH), somatedin C (insulin-like growth factor I), hormon-hormon tiroid, insulin dan steroid-steroid seks.
D. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dwarfisme meliputi :
· pertumbuhan lambat
· ukuran otot dan tulang kecil
· tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut pubis, tidak ada rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid.
· Infertilitas
· Impotensi
· libido menurun
· nyeri senggama pada wanita.
E. Pemeriksaan Penunjang
Defisiensi hormon tumbuh sering tersembunyi (cryptic) dan hanya bisa diketahui dengan melaksanakan tes stimulasi terhadap somatotropin. Dengan foto roentgen/CT-scan mungkin bisa ditemukan mikro/makroadenoma dari hipofisis.
A. Pengkajian
1. Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
2. Sejak kapan keluhan diarasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
4. Berat dan tinggi badan saat lahir
5. Keluhan utama klien :
- Pertumbuhan lambat
- Ukuran otot dan tulang kecil
- tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut pubis, tidak ada rambut aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid.
- Infertilitas
- Impotensi
- libido menurun
- nyeri senggama pada wanita.
- Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : Amati bentuk, ukuran tubuh, ukur berat dan tinggi badan, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksil dan pubis dan pada klien pria amati pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis).
- Palpasi : kulit pada wanita biasanya kering dan kasar.
- Kaji dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
- Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostic seperti ;
- Foto cranium untuk melihat pelebaran dan erosi sella tursika.
- Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol, aldosteron, testosteron, androgen, tes stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid realising hormon.
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat defisiensi ganodotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
Intervensi | Rasional |
Dorong klien untuk mengeksprsikan perasaannya. | Agar klien mampu mengungkapkan perasaannya. |
Dorong klien untuk bertanya mengenai masalah yang dihadapinya | klien mampu mengenal masalah kesehatan yang dihadapinya |
Berikan kesempatan pada klien untuk merawat dirinya sendiri | membuat klien bisa mandiri memenuhi kebutuhannya |
Kolaborasi : pemberian hormon pertumbuhan sintetis (eksogen). |
2. Disfungsi seksual
Intervensi | Rasional |
Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman klien terhadap fungsi seksualnya. | Klien memahami masalah terhadap fungsi seksualnya |
Dorong klien untuk mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannnya | Klien dapat mengungkapkan perasaannya mengenai masalah fungsi seksualnya. |
Bangkitkan motivasi klien untuk mengikuti program pengobatan secara teratur | Klien dapat mengikuti program pengibatan dengn teratur |
Kolaborasi pemberian obat bromokriptin |
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
Intervensi | Rasional |
Bantu klien untuk dapat berkomunikasi. | Agar klien mampu mengalami peningkatan komunikasi |
Bantu klien dalam memecahkan masalah yang dialaminya | Agar klien dapat memecahkan masalahnya sendiri. |
Ajarkan klien untuk dapat melakukan tehnik relaksasi yang benar | Agar klien dapat melakukan relaksasi |
4. Harga diri rendah yang berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Intervensi | Rasional |
Bantu klien dalam membina saling hubungan percaya antara klien dengan perawat | Agar klien mampu membina hubungan saling percaya antara klien dan perawat. |
Bantu klien dalam hal berinteraksi sosial | Agar klien mampu berinteraksi sosial |
Bantu klien untuk meningkatkan harga dirinya kembali dengan mendukung segala tindakan, harapan, dan keinginan pasien | Agar klien mampu mendiskusikan perasaannya |
5. Ansietas (cemas) berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
Intervensi | Rasional |
Berikan kenyamanan dan ketentraman hati pada klien | Agar klien memiliki rasa percaya terhadap sesama |
Bantu klien dalam melakukan aktifitas yang dapat menurunkan ketegangan emosi | Agar klien dapat memberikan respon secara verbal maupun non verbal. |
Ajarkan tehnik penghentian ansietas | Agarklien dapat menstimulasi dirinya kembali |
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal
Intervensi | Rasional |
Ajarkan klien melakukan cara perawatan kulit secara teratur setiap hari | Perawatan kulit yang teratur dapat memperbaiki kerusakan kulit |
Anjurkan klien menggunakan lotion pelembab | Lotion pelembab menbantu menjaga kelembaban kulit klien |
Anjurkan klien untuk tidak menggaruk kulitnya | Menggaruk kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. |
Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat. | Terpenuhinya hidrasi yang adekuat |
Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus
A. Definisi
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar hipofisis akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti deuretik/ADH.
Diabetes insipidus adalah kelainan yang disebabkan oeh ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis.
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin,2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophyseal-rena reflex sehingga mengkibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air. (Sjaefoellah, 1996)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan ADH yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi, 1992)
B. Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik total maupun parsial oeh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis anterior.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diabetes insipidus sentral
Penyebabnya antara lain :
a. Bentuk idiopatik
b. Pasca hipofisektomi
c. Fraktur dasar tulang tengkorak
d. Granuloma : Sarkoid, Tuberkulosis, sifilis, Infeksi, Meningitis, Ensefalitis, Landry-Guillain-Barre’s syndrome
e. Vascular : Trombosis atau perdarahan serebral, Aneurisma serebral, Post-partum necrosis
f. Histiocytosis : Granuloma eosinofilik, Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Penyebabnya antara lain :
a. Penyakit ginjal kronik : Penyakit ginjal polikistik, Medullary cystic disease, Pielonefritis, Obstruksi ureteral, Gagal ginajl lanjut
b. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Hiperkasemia
c. Obat-obatan : Litium, Demeklosiklin, Asetoheksamid, Tolazamid, Glikurid, Propoksifen, Amfoarisin, Vinblastin, Kolkisin
d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan diet : Intake air yang berlebihan, Penurunan intake NaCl, Penurunan intake protein
f. Lain-lain : Multipel myeloma, Amiloidosis, Penyakit Sjogren’s, Sarkoidosis
C. Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus. Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus, gangguan ini dapat terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes Insipidus nefrogenik).
1. Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus sentral juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis NDI dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medulla
renalis
renalis
b. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di mana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
D. Tanda dan Gejala
1. Poliuri 5-15 liter / hari
2. Polidipsi
3. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005/50-200 miliosmol/kg BB
4. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
5. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg
E. Pemeriksaan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
2. Fluid deprivation
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemihnya kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b. Pasian diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu.
A. Pengkajian
1. Data subyektif
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Nocturia
d. Kelelahan
e. Konstipasi
2. Data obyektif
a. Trauma kepala
b. Bedah syaraf
c. Tumor hipotaamus
d. Trauma
e. Infeksi
f. Penurunan BB
g. Hipotensi ortostatik
h. EKG mungkin terdapat takikardi
i. Penggunaan obat-obatan Misalnya : litium karbonat, penitoin (dilatin), demeklosiklin, aminoglikosida
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : membrane mukosa kering
b. Palpasi : kulit kering, turgor kulit kurang.
c. Auskultasi : kardiovaskuler takikardi
B. Diagnosa dan intervensi
1.Diagnosa Keperawatan : Kekurangan cairan berhubungan dengan ketidakmampuan
tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
Tujuan : Volume cairan klien cukup atau terpenuhi
Intervensi :
1. Berikan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan masukan dan keluaran yang seimbang / jam.
2. Tambahkan masukan parenteral dengan cairan IV sesuai pesanan.
3. Pantau masukan dan keluaran / 2 jam.
4. Timbang BB klien tiap hari.
5. Kaji terhadap tanda dan gejala hypovolemia.
6. Observasi terhadap efek samping terapi pengganti ADH.
7. Pantau terhadap dehidrasi berlebihan.
8. Periksa BJ urine. Kirim urine untuk pemeriksaan osmolaritas harian, laporkanBJ < 1,007.
2. Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
1. Monitor adanya penurunan BB
2. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor kalori dan intake nutrisi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Diagnosa keperawatan :Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan :Setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu.
Tujuan :Setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu.
Intervensi :
1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit.
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang tidur.
3. Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari.
4. Anjurkan pasien untuk tidur siang.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
4. Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat berkurang.
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat berkurang.
Intervensi :
1. Manajemen lingkungan yang tenang
2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kapada kien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat dilakukan tindakan.
3. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
4. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
5. Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
5. Diagnosa keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien menjadi adekuat.
Intervensi :
1. observasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk melihat, mendengar, kesiapan emosional, bahasa dan budaya
2. tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3. jelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol proses penyakit.
5. Diskusikan tentang terapi atau perawatan.
Tindakan Pembedahan
- Perawatan preoperasi
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan
2. Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pascaoperasi. Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon
3. Menjelaskan pengguanaan balut tekan yang di tempatkan dari bawah hidung, menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka
4. Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
- Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilakukan, setelah tindakan dilaksanakan, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktivitas yang dapat menghambat penyembuhan.
- Perawatan Pascaoperasi
1. Amati respon neurologik klien
2. Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus ( diabetes insipidus sesaat);
3. Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran secret dari hidung ke faring
4. Tingkatkan posisi kepala 30-45 derajat
5. Kaji drainase nasal terhadap kualitas dan kuantitas, terhadap kemungkinan mengandung glukosa.
6. Hindari batuk, ajarkan klien pernafasan mulut dan penggunaan tampon
7. Kaji tanda-tanda infeksi ( meningitis) dengan cermat
8. Kolaborasi pemberian gonadropin; kortisol; sebagai dampak dari pembedahan .
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika
Chandrasoma, Parakrama dan Clive R.Taylor.1994.Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Guyton. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta : EGC
Underwood, JCE. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC
0 comments:
Post a Comment